1- Kepahlawanan dan Pengorbanan
Ali bin Abi Thalib adalah sosokmanusia
yang sempurna dari semua sisi. Kebesarannya diakuioleh kawan maupun
lawan. Tidak ada seorangpun yangdapat melukiskan keagungan dan
keutamaannya.
Dalam sebuahriwayat disebutkan bahwa
suatu hari Rasulullah SAW bersabda kepada Ali, “WahaiAli tidak ada yang
mengenal Allah dengan sebenarnya kecuali aku dan engkau.Tidak ada yang
mengenalku dengan sebenarnya kecuali Allah danengkau, dan tidak ada yang
mengenalmu dengan sebenarnya kecuali Allah dan aku.
Untuk itu, apayang coba kami angkat
dalam kesempatan ini, tak lain adalah upaya untukmengenalkan sosok agung
yang pernah ada di tengah umat Islam ini, sekaligusmenghiasi pertemuan
kita ini dengan nama Ali bin Abi Thalib. SebabRasulullah SAW pernah
bersabda, “Menyebut Ali termasuk amal ibadah.”
Keutamaan pertama Imam Ali bin Abi
Thalib adalah keberanian, kepahlawanan dan pengorbanannya dalam
membelaRasulullah dan ajaran yang beliau bawa. Sejarah menyebutkan bahwa
ketika berada di Mekah dan diboikot oleh Quresy, Rasulullah SAW bersama
pamannya Abu Thalib dan keluarga besar Bani Hasyim tinggal di lembah
atau Syiib Abu Thalib. Masa yang sulit itu berlangsung selama tiga
tahun. Setiap malam, karena khawatir akankeselamatan Rasulullah SAW, Abu
Thalib memerintahkan beberapa orang termasukAli untuk tidur di
pembaringan Rasul, secara bergilir.
Malam ketika Nabi Muhammad SAWhendak
pergi meninggalkan rumah menuju Madinah, beliaumemerintahkan Ali untuk
berbaring di tempat tidur Nabi dan mengenakan selimutbeliau, padahal
puluhan pemuda Arab sedang menunggu di luar dengan pedangterhunus untuk
secara serentak menyerang rumah Nabi dan membunuh beliau.Pengorbanan Ali
di malam itu disanjung oleh Allah dandiabadikan di dalam Al-Qur’an.
Ketika pasukan muslimyang berjumlah
sedikit untuk pertama kalinya bertemu dengan pasukan kafirQuresy yang
jumlahnya tiga kali lebih besar di Badr, Ali dengan keberanian
dankepahlawanan yang tertandingi berhasil menyungkurkan jawara-jawara
kafir Quresysemisal Walid, Syaibah, Ash, Handhalah dan Naufal. Sejarah
bahkan mencatatbahwa setengah dari 70 korban tewas di kubu
pasukanQuresy, tersungkur setelah terkena sabetan pedang Ali.
Di Uhud, ketika pasukan kafirQuresy
berhasil membuat barisan muslimin kocar-kacir, bahkan banyak
yangmelarikan diri, Ali tetap menyertai Nabi dan berperang dengan gigih
di sisiorang yang ia cintai itu. Di tangan Ali-lah pasukan Quresyyang
mengepung dan berusaha membunuh Nabi, berhasil dipukul mundur. Di medan
yang penuh hiruk pikuk itu, luka-luka yang ada di sekujurtubuhnya, tidak
membuat kendur semangat Ali untuk berkorban dan membelaRasulullah SAW.
Di Uhud inilah terdengar suara Jibril yangmemuji Ali dengan mengatakan,
“Tidak ada pahlawan seperti Ali dan tidak adapedang seperti Dzul Fiqar.”
Tahun kelima Hijriyah, di saatkaum kafir
dengan pasukannya yang berjumlah besar mengepung Madinah dantertahan
karena benteng parit yang dibuat kaum muslimin, Ali
menunjukkankepahlawanan dengan melawan Amr bin Abdi Wadd, jawara Arab
yang sangatditakuti. Ketika kuda tunggangannya, berhasil melompatiparit,
dengan congkak, Amr menantang siapa saja yang berani
bertarungdengannya. Tantangan itu ia ulangi tiga kaliberturut-turut, dan
tiga kali pula Ali menyatakan kesiapannya untuk menjawabtantangan itu.
Rasul mengizinkan dan Ali berhasil memenggalkepala Amr setelah melalui
pertarungan yang sengit.
Kisah kepahlawanan Ali terulangdi
Khaibar ketika beliau berhasil menundukkan benteng Khaibar yang paling
kuat,padahal pasukan muslim telah dua kali gagalmendudukinya. Dalam
perang itu, Marhab bin Abi Marhab, jawara Yahudi Khaibartersungkur
setelah pedang Ali memilah tubuhnya menjadi dua bagian. Padahal saat
bertarung dengan Ali Marhab mengenakan pakian besiyang menutupi seluruh
tubuhnya.
Di Hunain, ketiika pasukan musliminyang
berjumlah sepuluh ribu orang diserang secara mendadak oleh suku
Hawazindan sebagian besar dari mereka lari tunggang-langgang
meninggalkan Nabi, Alibersama segelintir orang tetap berada di sisi
Rasulullah SAW. Tebasan pedangAli yang menjungkalkan Abu Jarwal,
pahlawan kaum kafir di Hunain, berhasilmenyiutkan nyali musuh-musuh
Rasulullah dan mengundang pasukan muslim yang lari untuk kembali
menyusun barisan.
Apa yangdisebutkan tadi hanyalah sedikit
contoh dari kepahlawanan dan pengorbanan besarAli bin Abi Thalib untuk
agama Allah dan ajaran Rasulullah SAW. Tidak sedikit pujian yang
disampaikan Allah dan Rasul-Nya dalamAl-Qur’an dan hadis mengenai
pengorbanan Ali di jalan Allah ini.
2- Keluasan dan kedalaman Ilmu
Keutamaan ImamAli as berikutnya adalah
keluasan ilmu beliau. Sejak masa kanak-kanak,Ali selalu menyertai
Rasulullah SAW ke manapun beliau pergi bahkan dalam sebuahungkapannya,
Imam Ali menyatakan bahwa beliau sering diajak Nabi SAW berkhalwatdan
beribadah di gua Hira yang berada di luar kota Mekah. Imam bahkan
menuturkan bahwa beliau merasakan kehadiran malaikatJibril yang membawa
wahyu untuk Nabi SAW di gua itu. Denganmenyertai Nabi, Ali menimba
ilmu-ilmu ilahiyah dari manusia paling agung didunia itu. Ali pernah
mengatakan bahwa Nabimengajarinya seribu macam ilmu yang masing-masing
memiliki cabang seribu.
Di hadapan sahabat-sahabatnya,Nabi SAW
berulang kali bersabda bahwa beliau adalah kotailmu yang pintunya adalah
Ali bin Abi Thalib as. Sabda Nabiini dibenarkan oleh para sahabat yang
menyaksikan sendiri betapa Ali adalahsatu-satunya orang sepenninggal
Nabi yang menjadi rujukan dalam berbagai hal.Bahkan para khalifah,
khususnya khalifah Umar bin Khattab sering memintapendapat Ali dalam
memghambil keputusan. Lebih jauh Umarmengatakan, “Jika tidak ada Ali
maka celakalah Umar.”
Pernyataan Ali yang meminta umat
untukbertanya kepadanya sebelum mereka kehilangan dirinya, adalah
ungkapan yangdiabadikan oleh para sejarawan dan ahli hadis. Alidikenal
sebagai bapak dari berbagai cabang ilmu. Abdullah bin Abbas yangdikenal
sebagai guru besar tafsir Al-Qur’an sepanjang sejarah, adalah orangyang
berguru kepada Ali. Abul Aswad Al-Duali, sasterawan besar Arab
danpenyusun ilmu Nahwu adalah murid Imam Ali as. Bahkan,beliaulah yang
memerintahkan dan menuntun Abul Aswad untuk menyusun ilmu Nahwu.
Kepada sahabat dekatnya yangbernama
Kumail bin Ziyad, Imam Ali as pernah menjelaskan kemuliaan ilmudibanding
harta. Kemudian beliau menunjuk dadanya secaramengatakan, “Di sini
terpendam ilmu yang sangat luas. Andaisaja aku menemukan orang yang bisa
menerimanya.”
Wafat Imam Ali AS
Setelah perang Nahrawan berakhir, Imam
Alias kembali mengimbau umat untuk bersiap-siap menyerang Muawiyah di
Syam yangmelakukan pembangkangan dan merusak persatuan kaum muslimin.
Namun seruan beliau itu tidak mendapat sambutan masyarakat luas.Sejumlah
orang seperti Asy’ats bin Qais sangat berperan dalam
mengendurkansemangat para pendukung khalifah untuk kembali menyusun
kekuatan di bawahkepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib as. Akibatnya,
denganalasan letih karena perang, mereka memilih untuk meninggalkan
pemimpin merekadi kamp Nukhailah. Menyaksikan kondisi yang
demikian,Amirul Mukminin terpaksa kembali ke Kufah.
Imam Ali as memendam kekecewaan
yangmendalam terhadap warga Kufah. Berkali-kali beliau mengecam warga
kotaitu karena ketidakloyalan mereka kepada khalifah. Dalamsebuah
khotbahnya, beliau mengatakan, “Aku terjebak di tengah orang-orang
tidakmenaati perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang
tidakmengerti kesetiaan! Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak
melakukan tindakan apapun untuk membela agamaAllah? Mana agama yang
kalian yakini dan manakecemburuan yang bisa membangkitkan amarah
kalian?”
Pada kesempatan yang lain beliau
berkata, “Wahai umat yangjika aku perintah tidak menggubris perintahku,
danjika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalahorang-orang
yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketikadiserang.
Jika sekelompok orang datang denganpemimpinnya, kalian cerca mereka, dan
jika terpaksa melakukan pekerjaan berat,kalian menyerah. Aku tidak lagi
merasa nyaman beradadi tengah-tengah kalian. Jika bersama kalian, aku
merasa sebatang kara.”
Meski kecewa akan sikap danperlakuan
warga Kufah terjhadap dirinya, Imam Ali as terus berusaha
menyadarkanmereka dan menggerakkan semangat mereka untuk kembali
berjihad di jalan Allah.Dalam banyak kesempatan, beliau mengingatkan
mereka akankebenaran yang berada di pihaknya dan bahwa berperang melawan
Muawiyah adalahtugas suci yang harus dilaksanakan, sebab Muawiyah
memecah belah umat danberusaha menyebarkan kebatilan di tengah umat.
Berbeda dengan kondisi Kufah, di
Syam,Muawiyah menikmati kesetiaan warga di negeri itu yang siap
mengorbankan nyawademinya. Muawiyah yang mendengar berita pengkhianatan
warga Kufahterhadap pemimpin mereka, berusaha memanfaatkan kesempatan
itu untukmengguncang dan merongrong pemerintahan Ali bin Abi Thalib as.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyerangan ke
sejumlahwilayah kekuasaan khalifah yaitu Jazirah Arabiadan Irak. Dengan
cara ini, Muawiyah berupayamenjatuhkan mental para pendukung Ali.
Usaha Imam Ali as untuk kembali
menyusunkekuatan, mulai menampakkan hasil. Kelompok demikelompok
menyatakan kesediaan mereka untuk bergabung dengan pasukan beliau.Upaya
menggalang kekuatan terus dilakukan oleh orang-orangdekat dengan Imam
Ali as, termasuk kedua putra beliau Al-Hasan dan Al-Huseinas. Dalam
kondisi seperti itu, Allah ternyata berkehendak lain. Setelahberjuang
sekian tahun menjaga amanah imamah yang diberikan oleh Rasulullah,
dansetelah menyaksikan pengkhianatan demi pengkhianatan orang-orang
disekelilingnya, Imam Ali a.s. harus menghadap SangPencipta, Allah SWT.
Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun
40hijriyah. Amirul Mukminin Ali as keluar dari rumahnyamenuju masjid
Kufah untuk memimpin shalat subuh berjamaah. Di tengah shalat, saat
beliau mengangkat kepala dari sujudnya,sebilah pedang beracun terayun
dan mendarat tepat di atas dahi putra Abu Thalibitu. Darah mengucur
deras membahasi mihrab masjid.Jemaah masjid tersentak mendengar suara
Ali, “Fuztu wa rabbilka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah
meraihkemenangan.”
Ali roboh di mihrabnya dengan luka yang
parah, sementarawarga dengan cepat menangkap sang pembunuh yang tak lain
adalah Abdurrahman binMuljam, seorang khawarij. Al-Hasan membawa
ayahnya ke rumah.Berita itu segera menyebar di seluruh penjuru kota
Kufah. Berbagai usaha dilakukan untuk menyelematkan jiwa Imam Ali
as.Tetapi takdir Allah berkehendak lain. Ali bin Abi Thalib gugur syahid
padatanggal 21 Ramadhan atau dua hari setelah peristiwa pemukulan itu
terjadi.
Sebelum meninggalkan dunia yang fana
ini,Amirul Mukminin mewasiatkan beberapa hal kepada putra-putranya dan
kepada umat.Di antara pesan beliau adalah menjalin hubungan sanak
keluaga atausilaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga,
mengamalkan ajaranAl-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang
agama, melaksanakan ibadahhaji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan
keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah,serta menjalankan amr maruf dan nahi
munkar.
Menurut sejumlah riwayat, Imam Ali
asmenghembuskan nafasnya yang terakhir ketika bibir beliau
berulang-ulangmengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman
ya’mal mitsqaladzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqaladzarratin
syarran yarah.” Artinya, “Siapapun yangmelakukan kebaikan sebiji
atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya, dansiapa saja melakukan
keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akanmendapatkan
balasannya.”
Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa
Imam Ali as sejak lamatelah mengetahui kapan dan bagaimana beliau
akanmeneguk cawan syahadah. Suatu ketika, Nabi Muhammad SAWmenjelaskan
kemuliaan bulan Ramadhan kepada para sahabatnya. KepadaNabi, Ali
bertanya, di bulan suci ini, amalan apakah yang terbaik? Rasul SAW
menjawab, “Meninggalkan perbuatan dosa.” Mendadak mata Nabi
berkaca-kaca. Ali menanyakan apa yang membuat beliau menangis? Rasul
menjawab, bahwa Alikelak akan dibunuh di bulan Ramadhan.
Kepergian Imam Ali as
meninggalkankedukaan yang mendalam di tengah umat Islam. Betapatidak,
Ali adalah orang yang mewarisi ilmu Nabi dan pemimpin besar umat
ini.Akan tetapi, beliau ternyata harus meninggalkan ummat
setelahmengalami berbagai macam pengkhianatan dan fitnah. Kondisi yang
ada saatitu memaksa keluarga besar Rasulullah untuk memakamkannya di
malam hari secaradiam-diam di luar kotaKufah. Tempat itu di kemudian
hari menjadi sebuah kota bernama Najaf.
Kamu sedang membaca artikel tentang Makalah Khalifa Ali bin Abi Thalib dan kamu bisa menemukan artikel Makalah Khalifa Ali bin Abi Thalib ini dengan url http://faishalpromadiun.blogspot.com/2012/03/makalah-khalifa-ali-bin-abi-thalib.html, kamu boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Makalah Khalifa Ali bin Abi Thalib ini sangat bermanfaat bagi banyak orang, namun jangan lupa untuk meletakkan link Makalah Khalifa Ali bin Abi Thalib sebagai sumbernya.
0 komentar "Makalah Khalifa Ali bin Abi Thalib", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar