Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat, kaum Muslimin mengadakan pertemuan di Saqifah bani
Sa’idah. Mereka membicarakan siapakah sepatutnya yang menggantikan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memimpin kaum Muslimin
dan mengurusi persoalan umat. Setelah diskusi, pembahasan, dan pengajuan
sejumlah usulan, tercapailah kesepakatan bulat khalifah Rasulullah
pertama setelah kematian beliau adalah orang yang pernah menjadi
khalifah (pengganti) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengimami
kaum Muslimin pada saat beliau sakit. Itulah ash-Shiddiq sahabat beliau yang terbesar dan pendamping beliau di dalam gua, Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu.
Ali Rodhiyallahu ‘anhu tidak pernah menentang kesepakatan tersebut. Keterlambatan baiat Ali kepada Abu Bakar1 karena
urusan yang berkaitan dengan perbedaan pendapat yang terjadi antara Abu
Bakar Rodhiyallahu ‘anhu dan Fathimah Rodhiyallahu ‘anha mengenai
masalah warisan Fathimah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hal-Hal Penting Yang Dilakukan Abu Bakar Selama Menjadi Khalifah :
Pertama, memberangkatkan pasukan Usamah.
Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar segera memberangkatkan pasukan Usamah. Pasukan itu tertahan setelah sampai di sebuah tempat dekat Madinah bernama Dzu Khasyab, tempat ketika Usamah mendapat berita tentang sakitnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang mendesak agar pasukan Usamah dibekukan mengingat tersebar luasnya kemurtadan di sebagian barisan. Sebagaimana juga beliau tidak memedulikan pendapat-pendapat yang menghendaki penggantian Usamah dengan orang lain.
Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar segera memberangkatkan pasukan Usamah. Pasukan itu tertahan setelah sampai di sebuah tempat dekat Madinah bernama Dzu Khasyab, tempat ketika Usamah mendapat berita tentang sakitnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang mendesak agar pasukan Usamah dibekukan mengingat tersebar luasnya kemurtadan di sebagian barisan. Sebagaimana juga beliau tidak memedulikan pendapat-pendapat yang menghendaki penggantian Usamah dengan orang lain.
Abu Bakar ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘anhu
berangkat mengantarkan pasukan yang dipimpin Usamah dengan berjalan
kaki. Ketika Usamah bermaksud turun dari kendaraannya agar dinaiki oleh
Abu Bakar, ia berkata kepada Usamah,”Demi Allah, engkau tidak perlu
turun’ dan aku tidak usah naik.”
Selanjutnya Abu Bakar menyampaikan
wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak
melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau
wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali
untuk dimakan. Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka
ialah; “Jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”
Kemudian secara khusus, Abu Bakar
berkata kepada Usamah, Jika engkau berkenan, kuusulkan agar engkau
mengizinkan. Umar untuk tinggal bersamaku sehingga aku dapat meminta
pandangannya dalam menghadapi persoalan kaum Muslimin.”
Usamah menjawab, “Urusannya terpulang
kepadamu.” Usamah kemudian bergerak bersama pasukannya. Setiap kali
melewati suatu kabilah yang para warganya banyak melakukan kemurtadan,
Usamah berhasil mengembalikannya lagi (kepada Islam). Orang-orang murtad itu merasa gentar karena mereka yakin seandainya kaum Muslimin tidak dalam posisi yang amat kuat,
niscaya mereka tidak akan keluar sekarang ini dan dengan pasukan
seperti ini untuk menghadapi orang-orang Romawi. Sesampainya di negeri
(jajahan) Romawi, tempat di mana ayahnya terbunuh, Usamah beserta
pasukannya menyerbu mereka hingga Allah memberikan kemenangan. Mereka
kemudian kembali dengan membawa kemenangan.2
Kedua, memberangkatkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Pasukan ini dibaginya menjadi sepuluh panji; masing-masing pemegang panji
diperintahkan untuk menuju ke suatu daerah. Sementara itu, Abu Bakar
sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah,
tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras untuk mencegah seraya berkata,
“Wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan
kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan senangkanlah kami
dengan dirimu.’ Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami musibah karena kematianmu, niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”
Abu Bakar kemudian kembali dan menyerahkan panji
tersebut kepada yang lain.3 Allah memberikan dukungan kepada kaum
Muslimin dalam pertempuran ini sehingga berhasil menumpas kemurtadan,
memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua kabilah untuk membayar zakat.
Ketiga, memberangkatkan pasukan
Khalid bin Walid ke Irak bersama Mutsni bin Haritsah asy-Syaibani yang
kemudian berhasil menaklukkan banyak negeri dan kembali dengan membawa
kemenangan dan barang rampasan.
Keempat, Abu Bakar memberikan gagasan dan memprakarsai penyerangan negeri-negeri Romawi. Setelah para sahabat
dikumpulkan dan dimintai pendapat mereka tentang gagasan ini, akhirnya
mereka menyetujuinya. Abu Bakar lalu menoleh ke arah Ali seraya
bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai Abul Hasan?” Ali Radhiyallahu
‘anhu menjawab, “Aku melihat engkau senantiasa memperoleh keberkahan,
keunggulan, dan pertolongan-insya Allah.” Mendengar jawaban ini, Abu
Bakar Radhiyallahu ‘anhu merasa sangat gembira dan Allah pun melapangkan
dadanya untuk melaksanakan gagasan tersebut.
Abu Bakar kemudian mengumpulkan
orang-orang dan menyampaikan khotbahnya kepada mereka. Dalam khotbahnya,
ia memobilisasi masyarakat untuk berangkat jihad. Beliau juga menulis
sejumlah surat pada para gubernurnya, memerintahkan mereka agar hadir.
Setelah berkumpul sejumlah komandan, Abu Bakar memerintahkan mereka agar
berangkat ke Syam, pasukan demi pasukan.
Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu menunjuk
Abu Ubaidah Rodhiyallahu ‘anhu untuk mengepalai amir pasukan. Setiap
kali seorang amir berangkat, beliau melepasnya dan memberikan wasiat
agar bertaqwa kepada Allah, menjaga persahabatan dengan baik, selalu
menjaga shalat berjamaah pada waktunya. Beliau berpesan agar
masing-masing orang memperbaiki dirinya sehingga Allah menjadikan orang
lain berbuat baik kepadanya, menghormati para utusan musuh yang datang
kepada mereka, mempersingkat keberadaan para utusan musuh tersebut di
tengah-tengah mereka agar tidak mengetahui keadaan dan kondisi pasukan
kaum Muslimin.
Setelah kaum Muslimin berangkat menuju
negeri-negeri Romawi dan tiba di Yarmuk, mereka mengirim berita kepada
Abu Bakar bahwa pasukan Romawi berjumlah sangat besar. Abu Bakar
kemudian menulis surat kepada Khalid bin Walid di Irak, memerintahkan
agar berangkat menuju Syam dengan membawa separuh pasukan yang bertugas
di Irak untuk membantu pasukan Abu Ubaidah dan menunjuk Mutsni bin
Haritsah sebagai gantinya untuk memimpin separuh pasukan yang ada di
Irak. Kepada Khalid bin Walid, Abu Bakar juga memerintahkan agar
memimpin pasukan di Syam setibanya di negeri tersebut.
Khalid bin Walid kemudian berangkat dan
bergabung dengan kaum Muslimin di Syam. Kepada Abu Ubaidah, Khalid bin
Walid menulis surat yang isinya,
“Amma ba’du. Sesungguhnya, aku memohon kepada Allah agar melimpahkan keamanan kepada diriku dan dirimu pada saat menghadapi ketakutan dan memberikan perlindungan di dunia dari segala keburukan. Baru saja aku menerima surat dari Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan aku agar bergerak menuju Syam dan memimpin pasukannya. Demi Allah, aku tidak pernah meminta hal tersebut dan aku tidak menginginkannya. Tetaplah engkau pada posisimu sebagaimana sediakala; kami tidak akan menolak (perintah) mu, tidak akan menentangmu, dan tidak akan memutuskan perkara tanpa kehadiran dirimu …. “
“Amma ba’du. Sesungguhnya, aku memohon kepada Allah agar melimpahkan keamanan kepada diriku dan dirimu pada saat menghadapi ketakutan dan memberikan perlindungan di dunia dari segala keburukan. Baru saja aku menerima surat dari Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan aku agar bergerak menuju Syam dan memimpin pasukannya. Demi Allah, aku tidak pernah meminta hal tersebut dan aku tidak menginginkannya. Tetaplah engkau pada posisimu sebagaimana sediakala; kami tidak akan menolak (perintah) mu, tidak akan menentangmu, dan tidak akan memutuskan perkara tanpa kehadiran dirimu …. “
Setelah membaca surat Khalid bin Walid,
Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas keputusan
Khalifah Rasulullah dan mendukung apa yang dilakukan oleh Khalid.”
Sebelumnya, Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu
telah menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya menyatakan, “Amma
ba’du. Sesungguhnya, aku telah mengangkat Khalid untuk memerangi musuh
di Syam. Karena itu, janganlah engkau menentangnya. Dengar dan taatilah dia! Wahai saudaraku, sesungguhnya aku mengutusnya kepadamu bukan karena dia lebih baik darimu, meiainkan hanya karena
aku berkeyakinan bahwa dia memiliki kecerdikan dalam berperang di
tempat yang sangat kritis ini. Semoga Allah menghendaki kebaikan bagi
kami dan kamu. Wassalam …. “
Akhirnya terjadilah beberapa kali
pertempuran sengit antara kaum Muslimin dan orang-orang Romawi yang
akhirnya dimenangkan oleh kaum Muslimin. Orang-orang Romawi yang
terbunuh tidak terhitung banyaknya, sebagaimana jumlah mereka yang
ditawan.
Di tengah berkecamuknya pertempuran ini,
Khalid bin Walid mendapat surat yang memberitahukan bahwa Abu Bakar
telah wafat dan digantikan oleh Umar Rodhiyallahu ‘anhu. Surat itu juga
menyatakan pemecatan Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan dan
diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah. Berita ini oleh Khalid dirahasiakan
agar tidak terjadi keguncangan di kalangan barisan kaum Muslimin. Ketika
Abu Ubaidah menerima berita tersebut, ia juga merahasiakannya karena
pertimbangan yang sama.4
Abu Bakar Wafat
Abu Bakar wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Masa khalifahnya 2 tahun, 3 bulan, dan 3 hari. la dikubur di rumah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha di samping kubur Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Bakar wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Masa khalifahnya 2 tahun, 3 bulan, dan 3 hari. la dikubur di rumah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha di samping kubur Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Wasiatnya Tentang Khalifah ‘Umar
Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah sahabat generasi pertama yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khalifah sesudahnya kepada Umar ibnul Khaththab Rodhiyallahu ‘anhu.
Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah sahabat generasi pertama yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khalifah sesudahnya kepada Umar ibnul Khaththab Rodhiyallahu ‘anhu.
Dengan demikian, Abu Bakar merupakan
orang yang pertama mewasiatkan khalifah sepeninggalnya kepada orang yang
sudah ditunjuk dan mengangkat khalifah berdasarkan wasiat tersebut.
Barangkali ada baiknya kami kemukakan penjelasan tentang rincian hal tersebut.
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir
menyebutkan bahwa Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu khawatir kaum Muslimin
berselisih pendapat sepeninggal beliau kemudian tidak memperoleh kata
sepakat. Karenanya, ia mengajak mereka-ketika sakitnya semakin berat-
agar mencari seorang khalifah bagi mereka sepeninggalnya.
Kaum Muslimin belum mendapatkan
kesepakatan tentang siapa yang akan menggantikan Abu Bakar dalam masa
yang singkat tersebut. Mereka kemudian mengembalikan masalah tersebut
kepada Abu Bakar seraya berkata, “Terserah kepada pendapatmu saja.” Saat
itulah, Abu Bakar mulai meminta pendapat dari para tokoh sahabat
masing-masing secara terpisah. Ketika Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu
mengetahui kesepakatan mereka tentang kelayakan dan keutamaan Umar
Rodhiyallahu ‘anhu, ia pun keluar menemui orang banyak seraya
memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih
siapakah orang yang paling layak dan tepat menggantikannya. Kepada
khalayak. Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu meminta agar mereka menunjuk Umar
Rodhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka semua
menjawab, “Kami dengar dan kami taat.”5
Atas dasar apa Umar menjadi khalifah?
Mungkin ada yang menyangka bahwa cara pengangkatan khalifah tersebut
sama dengan pemilihan calon tunggal dan jauh dari suara yang seharusnya
dilakukan oleh Ahlul Halli wal-’Aqdi di kalangan kaum Muslimin.
Jika kita perhatikan secara saksama,
sebenarnya hal tersebut didasarkan kepada syura Ahlul Halli Wal-’Aqdi
sebab Abu Bakar tidak meminta kepada mereka agar menunjuk Umar kecuali
telah meminta pendapat para tokoh sahabat yang kemudian secara bulat
menyepakati dan merekomendasikan Umar. Sekalipun demikian, pengangkatan
Abu Bakar terhadap Umar tersebut belum bisa dilaksanakan dan dikukuhkan
kecuali setelah ia berkhotbah di hadapan para sahabat dan meminta kepada
mereka untuk mendengar dan menaati Umar. Mereka semua lalu
menjawab,”Kami mendengar, kami taat.” Juga setelah kaum Muslimin
bersepakat sepeninggalnya atas kebenaran tindakan Abu Bakar dan
keabsahan proses penggantian (suksesi) tersebut. Demikianlah dalil dari
ijma (kesepakatan) atas terlaksananya imamah melalui istikhlaf
(penunjukan orang tertentu) dan ‘ahd (wasiat) dengan memperhatikan
syarat-syarat yang syar’i dan mu’tabarah.6
Surat Wasiat (Kitabul ‘Ahdi) Kepada Umar
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan dan membacakan surat berikut ini kepadanya.
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan dan membacakan surat berikut ini kepadanya.
“Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini
adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di
dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir akan
beriman dan orang fajir akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat
Umar ibnul Khaththab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan
berlaku adil. itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku tentang
dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal
yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah
diupayakan. Orang-orang yang zhalim akan mengetahui apa nasib yang akan
ditemuinya.”
Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat
ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak
ramai. Mereka pun membaiat Umar ibnul Khaththab. Peristiwa ini
berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.
Beberapa ‘Ibrah
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya.
Pertama, Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu
‘anhu berlangsung melalui syura. Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari
kalangan sahabat termasuk di dalamnya Ali Radhiyallahu ‘anhu ikut serta
dalam pengambilan keputusan ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
satu pun nash al-Qur’an atau Sunnah yang menegaskan hak khalifah kepada
seseorang sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya ada nash yang menegaskannya, niscaya tidak akan ada syura
untuk menentukannya dan para sahabat tidak akan berani melangkahi apa
yang ditegaskan oleh nash tersebut.
Kedua, perbedaan pendapat yang terjadi
di Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat, dalam rangka
memusyawarahkan pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang menjadi
tuntutan pembahasan suatu permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti
nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka
pendapat dan pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan,
selama menyangkut masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan
gamblang oleh nash. Jalan untuk mencapai kebenaran tentang setiap
masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat ialah dengan mengemukakan
berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan objektif, bebas, dan
jujur.
Musibah yang dihadapi kaum Muslimin saat
itu sangat besar dan persoalannya pun sangat pelik. Seandainya para
sahabat tidak menemukan satu pilihan (calon tunggal) yang ditawarkan
untuk divoting kemudian disepakati, niscaya hal tersebut merupakan syura
palsu dan kesepakatan yang dipaksakan dari luar.
Sungguh aneh perilaku orang-orang yang
menuntut syura dalam Islam dan menuduhnya dictatorship, sehingga ketika
menyaksikan praktik-praktik yang sebenarnya, dengan serta merta mereka
menuduhnya (karena bodoh atau pura-pura bodoh) sebagai perpecahan dan
pertentangan. Bagaimana kiranya konsepsi dan bentuk syura dalam benak
mereka? Bagaimanakah seharusnya syura itu dipraktikkan?
Ketiga. Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu
kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut terjun memerangi
kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau terbunuh. Hal
ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang
sangat mendalam terhadap Abu Bakar. Merupakan bukti nyata pula bahwa Ali
telah sepenuhnya menerima Khalifah Abu Bakar dan kelayakannya untuk
memimpin kaum Muslimin. Sebagaimana hal ini juga menunjukkan tingkat
kerja sama dan keikhlasan antara keduanya.
Adapun pendapat yang dikatakan orang
tentang keterlamban Ali dalam membaiat Abu Bakar dan betapapun perbedaan
tentang seberapa lama keterlambatan pembaitan tersebut, yang jelas
bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan hakikat ini dan tidak pula
merusaknya.
Seperti diketahui bahwa keterlambatan
baiat Ali hanyalah karena pertimbangan sambung rasa musayarah atau
mujamalah (basa-basi) terhadap perasaan Fathimah Radhiyallahu ‘anha yang
begitu yakin dengan ijtihadnya bahwa dirinya berhak mewarisi dari
ayahnnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana setiap
anak wanita mewarisi dari bapaknya. Keterlambatan ini bukan karena
kedengkian atau ketidaksetujuan yang disembunyikan oleh Ali terhadapAbu
Bakar. Mungkinkah orang yang menyimpan kebencian kepada seseorang akan
dapat menampilkan sikap yang penuh dengan rasa cinta, kerja sama dan
ghirah ini?
Keempat, setiap Muslim yang merenungkan
sikap yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap
kabilah-kabilah yang murtad dan tekad yang begitu kuat untuk memerangi
kabilah-kabilah tersebut sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat yang
pada mulanya tidak bersedia melakukannya, niscaya akan meyakini adanya
hikmah Allah yang telah mengangkat orang yang sesuai dan untuk
menghadapi tugas yang sesuai pula. Siapa pun di antara kita hampir tidak
dapat membayangkan bahwa di kalangan sahabat ada orang yang lebih patut
dari Abu Bakar untuk menghentikan badai (kemurtadan) tersebut dan
mengembalikannya ke pangkuan Islam.
Umar yang terkenal tegar dan kuat di
kalangan para sahabat itu menjadi lemah tekadnya dan surut ketegarannya
menghadapi badai ini. Adakah orang yang telah menyaksikan hikmah Ilahi
yang mengagumkan ini masih ingin mengecam sejarah dan para pelakunya?
Kelima, mungkin ada yang mengira bahwa
semata-mata wasiat (‘ahd) dan penunjukan ganti (istikhlaf) dapat dinilai
sebagai salah satu cara pengukuhan imamah dan pemerintahan, dengan
dalil tindakan Abu Bakar yang telah mewasiatkan khalifah kepada Umar.
Akan tetapi, permasalahan yang
sebenarnya tidaklah demikian. Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah
kecuali setelah mengemukakan kepada kaum Muslimin kemudian pernyataan
ridha dari kaum Muslimin terhadap imamah yang telah diwasiatkan
tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan keridhaan tersebut.
Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada Umar, tetapi
kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.
Dari sini, kita mengetahui, sebagaimana
telah kami sebutkan terdahulu, bahwa khilafah Umar berlangsung
berdasarkan masyurah dhimniyah (syura tidak langsung/implisit) yang
termasuk ke dalam kesepakatan sahabat dalam menyetujui orang yang
dipilih Abu Bakar untuk mereka.
Kamu sedang membaca artikel tentang Makalah Kholifah Abu Bakar a.s dan kamu bisa menemukan artikel Makalah Kholifah Abu Bakar a.s ini dengan url http://faishalpromadiun.blogspot.com/2012/03/makalah-kholifah-abu-bakar-as.html, kamu boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Makalah Kholifah Abu Bakar a.s ini sangat bermanfaat bagi banyak orang, namun jangan lupa untuk meletakkan link Makalah Kholifah Abu Bakar a.s sebagai sumbernya.
0 komentar "Makalah Kholifah Abu Bakar a.s", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar